masa depanku ada di tangan Tuhan
kalo gw jalan sendiri, udah terlalu sering masuk lobang mulu (gelap soalnya)
tp kalo ada Tuhan didepan gw, bisa gw lompatin setiap ada lobang yg mau gw lewatin (kelihatan soalnya, kan Tuhan terang)
gw ga mau sesat, (terlalu merasa diri penting, krn setiap keinginan gw kudu diwujudtin) sapa gw? (Tuhan tidak membiarkan diriNya dipermainkan)
gw kudu ngucap syukur aja... (bukan menyerah/putus asa)
tetap mempertahankan iman dan memperjuangkannya...
apa yg ada pada gw sekarang... ya disyukuri, angan2/mimpi/masadepan, gw serahin yg punya Terang aja. (padahal sebenernya gw pengen sekarang aja tau jalan didepan gw, tp ga bisa gitu, kalo gw uda tau yg didepan gw, nanti gw malah kaga bersyukur, karna nganggap itu uda tahu/biasa. trus fungsi Tuhan buat apa? malah tar ga bisa bilang Tuhan itu luarbiasa).
sabar...
vacum
Minggu, 13 Januari 2013
Rabu, 02 Mei 2012
Aku menangis untuk adikku 6 kali
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orangtuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku, jadi Beliau mengatakan :
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!".
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata :
"Ayah, aku yang melakukannya! ".
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,:
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!".
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata :
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut : "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas. Sambil berkata :
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?".
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata :
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, saya telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya sambil berkata :
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?. Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!".
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata :
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.".
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.".
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan airmata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Dan aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan :
"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !".
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, :
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku :
"Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..".
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan :
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum :
"Itu adalah perbuatan adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..".
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. aku bertanya : "Apakah itu sakit?".
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun kewajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan :
"Kak, jagalah mertuamu saja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu :
"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. :
"Pikirkan kakak ipar...ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:
"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya :
"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?".
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab :
"Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat :
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannyakepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku akhirnya keluar juga :
"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaanini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapapun mengaku, jadi Beliau mengatakan :
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!".
Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata :
"Ayah, aku yang melakukannya! ".
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi,:
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!".
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata :
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut : "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas. Sambil berkata :
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?".
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata :
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, saya telah cukup membaca banyak buku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya sambil berkata :
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?. Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!".
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata :
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.".
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.".
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan airmata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Dan aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan :
"Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !".
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, :
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku :
"Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..".
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan :
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum :
"Itu adalah perbuatan adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..".
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. aku bertanya : "Apakah itu sakit?".
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun kewajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan :
"Kak, jagalah mertuamu saja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu :
"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. :
"Pikirkan kakak ipar...ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah:
"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya :
"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?".
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab :
"Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat :
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannyakepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku akhirnya keluar juga :
"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaanini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Kamis, 26 April 2012
Rabu, 22 Juni 2011
Senin, 25 April 2011
nasib
nasib orang semua berbeda-beda...
tapi pastinya setiap orang ingin nasibnya itu baik dan mujur
ada yang beruntung ada juga yang buntung
yang beruntung pastinya hidupnya enak
sedangkan yang buntung ya susah hidupnya
tapi ada juga yang bilang masa depan ga boleh menyerah sama nasib
nasib bisa dirubah katanya...
katanya...dengan usaha kerja keras, tekad yang kuat
ya itu sebagian doang.
tapi emang si... menurut gw kita ga boleh nyerah ama nasib
ada juga kita kudu berjuang
karna nasib ada di tangan Tuhan
tapi kita ga boleh nyerah gitu aja ama situasi dan kondisi
kita yakin Tuhan memberikan kepada semua ciptaanNya segala hal yang baik
karna emang Tuhan itu baik
gw ga boleh nyerah.... ama kondisi gw sekarang
yang kelihatan boleh kayak gini
tapi itu bukan hasil akhir tujuan hidup gw
gw yakin gw dapat apa yg gw inginkan... yaitu yang baik
baik buat Tuhan.... baik juga buat gw...
walau belum keliatan
semua cuma masalah waktu doang
mudah2an einstein bener bikin teori relativitas
jarak dan waktu itu relatif
dan mudah2an planck sama borh jg bener dg teori kuantumnya
bahwa awal dari realita adalah keinginan (pikiran)
ya pengennya semua berjalan dengan baik aja deh
tapi pastinya setiap orang ingin nasibnya itu baik dan mujur
ada yang beruntung ada juga yang buntung
yang beruntung pastinya hidupnya enak
sedangkan yang buntung ya susah hidupnya
tapi ada juga yang bilang masa depan ga boleh menyerah sama nasib
nasib bisa dirubah katanya...
katanya...dengan usaha kerja keras, tekad yang kuat
ya itu sebagian doang.
tapi emang si... menurut gw kita ga boleh nyerah ama nasib
ada juga kita kudu berjuang
karna nasib ada di tangan Tuhan
tapi kita ga boleh nyerah gitu aja ama situasi dan kondisi
kita yakin Tuhan memberikan kepada semua ciptaanNya segala hal yang baik
karna emang Tuhan itu baik
gw ga boleh nyerah.... ama kondisi gw sekarang
yang kelihatan boleh kayak gini
tapi itu bukan hasil akhir tujuan hidup gw
gw yakin gw dapat apa yg gw inginkan... yaitu yang baik
baik buat Tuhan.... baik juga buat gw...
walau belum keliatan
semua cuma masalah waktu doang
mudah2an einstein bener bikin teori relativitas
jarak dan waktu itu relatif
dan mudah2an planck sama borh jg bener dg teori kuantumnya
bahwa awal dari realita adalah keinginan (pikiran)
ya pengennya semua berjalan dengan baik aja deh
Senin, 28 Februari 2011
manusia ber...
Manusia cepat menyerah,lambat untuk mencoba lagi..
Manusia cepat emosi, lambat untuk memberi contoh...
Manusia cepat memberi nasehat, lambat mengoreksi diri sendiri..
Manusia ingin cepat menjadi pemenang, lambat untuk mengakui kekalahan..
Manusia cepat menemukan gagasan, lambat untuk mewujudkannya..
Manusia cepat mengambil keputusan, lambat untuk berani menerima resikonya..
Manusia cepat menjadi putus asa, lambat untuk bangkit kembali..
Manusia cepat mengatakan TIDAK BISA, lambat mencari alternatif..
Manusia cepat mengucapkan "TUHAN AMPUNI SAYA", lambat memaafkan orang lain...Manusia cepat menjadi tua, lambat menjadi bijaksana...
Ketika kau melukai orang lain, kau melukai dirimu sendiri..
ketika kau merawat orang lain, kau merawat dirimu sendiri..
Memberi maaf tidak pernah mengubah masa lalu, tetapi membuka pintu2 masa depanmu dan Tuhan bersamamu..
Manusia cepat emosi, lambat untuk memberi contoh...
Manusia cepat memberi nasehat, lambat mengoreksi diri sendiri..
Manusia ingin cepat menjadi pemenang, lambat untuk mengakui kekalahan..
Manusia cepat menemukan gagasan, lambat untuk mewujudkannya..
Manusia cepat mengambil keputusan, lambat untuk berani menerima resikonya..
Manusia cepat menjadi putus asa, lambat untuk bangkit kembali..
Manusia cepat mengatakan TIDAK BISA, lambat mencari alternatif..
Ketika kau melukai orang lain, kau melukai dirimu sendiri..
ketika kau merawat orang lain, kau merawat dirimu sendiri..
Memberi maaf tidak pernah mengubah masa lalu, tetapi membuka pintu2 masa depanmu dan Tuhan bersamamu..
Rabu, 16 Februari 2011
cinta kalah oleh realita
Jaman sekarang banyak hal yang mempengaruhi perilaku dan hati nurani manusia. Ini disebabkan banyak faktor dan salah satunya adalah faktor materi/ekonomi, sehingga menyebabkan manusia tidak melihat berdasarkan hati nuraninya atau keinginan hatinya melainkan melihat berdasarkan keadaan, kondisi, dan kenyataan yang ada. Bisa dilihat dalam dunia nyata, bila kita telaah lebih dalam dengan menanyakan kepada pasangan-pasangan yang sudah dipersatukan, apa yang mendasari mereka untuk berpacaran atau menikah? apakah didasari atas cinta sejati atau karena hal lain seperti keterpaksaan, kasihan, harta, penampilan, status, keputusasaan, tak ada pilihan lagi, perjodohan, keterlanjuran, kelalaian, perasaan bersalah atau tidak enak, tak ingin disakiti atau menyakiti, dan masih banyak lagi ?
Sungguh itulah yang terlihat pada pasangan-pasangan jaman saat ini. Mereka mengabaikan cinta sejati, mereka menyerahkan cinta sejati pada kekalahan, dan menganggap cinta sejati hanya sebuah khayalan belaka. Malahan ada istilah 'cinta tak harus memiliki'. Mengapa???
Karena mereka kalah...
Karena mereka tidak memperjuangkan cinta sejatinya...
Mereka menyerah dan lebih melihat realitanya...
Ga mungkin kita bersatu sayang, sebab...
Aku dan kamu berbeda...
Biarlah aku yang mengalah...
Bila kamu mencintaiku, relakan kamu melepaskanku demi dirinya...
Pedih...
Tidak seharusnya seperti ini.
Dan tidak semuanya mengalami kekalahan atas cinta karena realita. Terdapat beberapa pula pasangan yang mendapat cinta sejatinya. Ini sungguh luar biasa. Kehidupan mereka begitu indah dan bahagia sehingga membuat mereka selalu tersenyum cerah dan awet muda yang terpancar dari wajah mereka.
Untuk mendapat cinta sejati memang diperlukan perjuangan yang sungguh, harga yang mahal, penolakan yang luar biasa, tantangan yang tidak ada habisnya, tapi jika kita bertahan menghadapi semua... Tuhan itu sungguh-sungguh MAHA ADIL amiiin...
Raihlah cinta sejatimu... kawan!
Jangan pernah menyerah... teruslah berjuang!
Bersabarlah hingga Tuhan menjadikan semuanya menjadi baik pada waktunya!
ya...datanglah cinta sejatiku!
aku mengundangmu masuk dalam kehidupanku...
karena aku ingin memperoleh segala janji indah dari cinta sejati...
cinta sejati tak terkalahkan oleh realita... hehehe :p
Sungguh itulah yang terlihat pada pasangan-pasangan jaman saat ini. Mereka mengabaikan cinta sejati, mereka menyerahkan cinta sejati pada kekalahan, dan menganggap cinta sejati hanya sebuah khayalan belaka. Malahan ada istilah 'cinta tak harus memiliki'. Mengapa???
Karena mereka kalah...
Karena mereka tidak memperjuangkan cinta sejatinya...
Mereka menyerah dan lebih melihat realitanya...
Ga mungkin kita bersatu sayang, sebab...
Aku dan kamu berbeda...
Biarlah aku yang mengalah...
Bila kamu mencintaiku, relakan kamu melepaskanku demi dirinya...
Pedih...
Tidak seharusnya seperti ini.
Dan tidak semuanya mengalami kekalahan atas cinta karena realita. Terdapat beberapa pula pasangan yang mendapat cinta sejatinya. Ini sungguh luar biasa. Kehidupan mereka begitu indah dan bahagia sehingga membuat mereka selalu tersenyum cerah dan awet muda yang terpancar dari wajah mereka.
Untuk mendapat cinta sejati memang diperlukan perjuangan yang sungguh, harga yang mahal, penolakan yang luar biasa, tantangan yang tidak ada habisnya, tapi jika kita bertahan menghadapi semua... Tuhan itu sungguh-sungguh MAHA ADIL amiiin...
Raihlah cinta sejatimu... kawan!
Jangan pernah menyerah... teruslah berjuang!
Bersabarlah hingga Tuhan menjadikan semuanya menjadi baik pada waktunya!
ya...datanglah cinta sejatiku!
aku mengundangmu masuk dalam kehidupanku...
karena aku ingin memperoleh segala janji indah dari cinta sejati...
cinta sejati tak terkalahkan oleh realita... hehehe :p
Langganan:
Komentar (Atom)











